orang miskin gak usah sekolah! Masih teringat aku akan kalimat
tadi, entah apa yang ada di hatinya hingga membuatnya lupa bahwa dia tak lebih
baik dari seorang anak yang telah ia hancurkan semua harapannya.
Anak itu tak pernah mengalihkan
pandangannya pada sebuah gedung yang di penuhi dengan manusia-manusia
beruntung, dia selalu membayangkan andai dia ada di bangunan sederhana itu,
Tak ada seorangpun yang
memperdulikannya, semuanya sibuk dengan aktivitasnya. Setiap pagi dia sudah
berada di tempat itu dan ketika matahari sudah sangat terik di pertengahan hari
dia pun beranjak dari tempatnya lalu menapakkan kakinya di tepian jalan bersama
kawan-kawannya.
Dia sesekali memetik dawai gitar
kecilnya yang ia dapat dari tempat pembuangan terakhir, dia bernyanyi bercanda
ria bersama kawannya sembari menjulurkan tangannya pada sebuah mobil merah yang
sangat mewah.
Seperti orang-orang kaya pada
umumnya yang sangat perhitungan memberikan sepeser uangnya untuk musisi kecil
itu. Memang dia terlalu tega membiarkan musisi kecil itu menarik kembali uluran
tangannya dengan sia-sia.
Tapi dia kembali tersenyum lebar
dan bernyanyi memekikkan suara nan indahnya, tak terasa air mataku menetes
melihat musisi kecil itu.
Setelah pekerjaanya hari itu
selesai dia kembali ke gubuknya menghitung hasilnya, dan menyisakan utuk makan
malamnya, dia juga tak pernah lupa untuk menambah tabungannnya berharap uangnya
cukup untuk ia berada di bangunan itu.
Kadang-kadang dalam gubuknya itu
dia menagis sendiri menahan pilu yang dilaluinya. Dia tak pernah patah semangat
hanya karena omongan yang dilontarkan lelaki berjas tadi, dia tetap tersenyum
meski air matanya tak henti-hentinya mengaliri pipinya yang mungil. “aku tidak
takut bermimpi besar sebab orang yang tak punya mimpi berarti tak punya
cita-cita dan masa depan” itulah yang sering dia ucapkan kala ia merasa sedih
dengan kisahnya…
“Mimpi”